Kajian Surat Al-maidah ayat 1 dan 2
Bismillah..
A.
Kajian Surat Al-Maidah Ayat 1
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ
الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ
حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad
itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.
Makna perkalimat surat Al-Maidah ayat 1:
a) يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ (wahai orang-orang yang beriman penuhilah
olehmu perjanjian itu) setiap ayat yang didahului dengan kalimat yaa ayyuhal
ladzina aamanu ayat ini turun di Madinah sedangkan jika diawali dengan yaa
ayyuhannas ayat ini diturunkan di Mekkah.
Al-uqud
adalah jamak dari al-‘aqdu yang berarti mengikat sesuatu dengan sesuatu, yang kemudian dipakai
untuk makna akad dalam jual beli, akad pernikahan, dan lain sebagainya. Jual
beli misalnya, merupakan bentuk akad yang menjadikan barang yang ia beli
menjadi miliknya dan dapat berkuasa penuh dalam pemakaian dan pemanfaatannya.
Demikian juga dengan akad nikah, yang mana antara laki-laki dan perempuan
terikat dengan ketentuan-ketentuan.
Perjanjian
yang dimaksud yakni yang mencakup perjanjian di antara seorang hamba dengan
Allah maupun dengan sesama manusia. Contoh perjanjian kepada Allah SWT yaitu
ketika kita mengucapkan dua kalimat syahadat maka kita sudah terikat dengan
janji kita kepada Allah untuk menjalankan semua perintahNya dan menjauhi semua
laranganNya. Begitu juga dengan perjanjian kepada manusia harus ditepati meskipun
perjanjian terhadap musuh, karena dari tanda-tanda orang munafik sendiri ialah
tidak menepati janji.
Aufuu
yaitu memberikan
sesuatu secara sempurna. Ayat ini menunjukkan betapa al-Quran sangat menekankan
untuk memenuhi akad ataupun janji secara sempurna. Dengan terpenuhinya akad tersebut
maka akan memberikan rasa aman dan bahagia karena tidak adanya tanggungan
antara pihak-pihak yang melakukan akad.
b)
أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ
الْأَنْعَامِ (Dihalalkan bagi kamu
binatang ternak) salah satu akad antara manusia mukmin dengan Allah adalah
permasalahan antara halal dan haram. Pada ayat ini dimaksudkan bahwa binatang ternak halal untuk
dimakan. Al-an’am yakni hewan ternak, pada umumnya ada 3 yaitu unta,
sapi, dan kambing kemudian ada yang memperluas lagi sehingga mencakup semua
binatang atau unggas yang memakan tumbuh-tumbuhan dan tidak ada keterangan
agama yang mengharamkannya. Namun ayat ini tidak menjelaskan
binatang apa yang dimaksud, maka dari itu menggunakan kata bahiimatun atau
mubham. Ada juga yang berpendapat bahwa bahiimatul al-an’am adalah
janin di dalam perut binatang yang disembelih secara sah.
c)
إِلَّا مَا يُتْلَىٰ
عَلَيْكُمْ (kecuali apa yang
dibacakan padamu) yakni pengecualian dari bahiimatul
an-‘am yakni binatang-binatang yang
haram dimakan yang diterangkan dalam ayat 3 surat al-amidah serta keterangan
dari hadist-hadist Nabi SAW.
d) غَيْرَ
مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمٌ (dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji) Allah SWT
mengharamkan berburu bagi yang sedang dalam keadaan berihram, karena kota
Mekkah dan Madinah adalah kota yang mana Allah menjadikannyya sebagai kota yang
aman dan tenteram bukan hanya manusianya, tetapi bagi seluruh makhluk, baik
binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Begitu juga Allah mengarahkan manusia selama
ihram untuk menyatukan hati dan pikiran agar tertuju kepada Allah SWT
e) إِنَّ
اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ (Sesungguhnya
Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya) Allah berhak untuk
memutuskan ketentuan apapun yang dikehendaki karena Dia Maha tahu dan Maha
kuasa. Hal ini berarti Allah memutuskan suatu ketentuan apapun yang baik bagi
hamba-hambaNya.
Dalam surat Al-Maidah ayat 1, Allah
menyeruh kepada seluruh kaum mukmin dengan memerintahkan untuk memenuhi
perikatan maupun perjanjian yang telah terjalin diantara mereka maupun dengan
Allah, kemudian Allah juga menyebutkan kebolehan untuk mengkonsumsi binatang
ternak setelah disembelih. Dan juga membolehkan untuk berburu kecuali dalam
keadaan berihram.
B. Kajian Surat Al-Maidah ayat 2
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ
الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ
الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۚ وَإِذَا
حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ
عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan
haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang
qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Makna perkalimat surat Al-Maidah ayat 2:
a.
لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ
اللَّهِ kata
sya’air adalah jamak dari sya’irah yang berarti tanda atau juga bisa dinamai
syi’ar. Dan dalam surat Al-baqoroh ayat 2, syi’ar ditafsirkan seakar dengan
kata syu’ur yang berarti rasa. Yakni tanda-tanda agama dan ibadah yang
ditetapkan Allah. Tanda-tanda itu dinamai syi’ar karena ia seharusnya menghasilkan “rasa” hormat
dan agung kepada Allah SWT.
Ada
bermacam-macam tanda-tanda itu. Ada yang mengatakan seperti shafa dan marwa,
serta masy’ar al-haram, ada juga berupa waktu seperti bulan-bulan haram, dan
ada lagi berwujud sesuatu seperti al-hadyu dan al-qolaid yakni binatang korban
yang dipersembahkan kepada Allah SWT. Dan Atha’ bin Rabah mengatakan segala
sesuatu yang Allah perintahkan dan larang.
b.
وَلَا الشَّهْرَ
الْحَرَامَ dan
janganlah melanggar kehormatan bulan-bulan haram. Haram pada mulanya berarti
“terhormat”. Sesuatu yang dihormati mengakibatkan berbagai macam larangan.
Begitu juga ketika menghormati orang tua maka tidak boleh memperlakukannya
seperti seorang teman ataupun adik. Dari sini, kata haram diartikan larangan.
Bulan haram adalah bulan yang harus dihormati, maka dari itu terdapat sekian banyak
hal yang terlarang untuk dilakukan pada bulan-bulan tersebut. Bulan haram
adalah bulan dzul-qo’dah, dzul hijjah, muhharram, dan rajab.
c.
وَلَا الْهَدْيَ وَلَا
الْقَلَائِدَ binatang yang akan disembelih di Mekkah dan sekitarnya dan
dijadikan sebagai persembahan kepada Allah, baik berupa unta, sapi betina,
ataupun kambing. Bentuk tunggalnya adalah hadyah, hadiyyah, dan hady. Hakikat
hadyu adalah segala sesuatu yang diberikan tanpa disebutkan adanya imbalan.
Sedangkan hakikat al-qolaid adalah segala sesuatu yang digantungkan di punuk
atau leher hewan sesembelihan, sebagai tanda bahwa ia adalah untuk Allah, baik
berupa sandal maupun yang lainnya. Dengan demikian, Allah SWT melarang untuk mengganggap
halal binatang hadyu secara global. Setelah itu, Allah menyebutkan binatang
yang berkalung, dimana fungsinya adalah untuk memberikan penegasan dan
penguatan terhadap keharaman binatang yang dikalungi tersebut, supaya lebih
diperhatikan.
Ibnu
Abbas berkata “ barangsiapa yang memepersembahkan hewan hadyu, maka haramlah
baginya apa yang haram bagi orang yang sedang menunaikan ibadah haji, hingga
hewan hadyu itu disembelih” HR. Al-Bukhori
d.
وَلَا آمِّينَ الْبَيْتَ
الْحَرَامَ dan
jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi baitullah. Dan yang
dimaksud adalah kaum musyrik yang ketika turunnya ayat ini, masih diperbolehkan
untuk mengunjungi ka’bah untuk melaksanakan haji ataupun umroh, bukan untuk
tujuan lainnya, misalnya untuk mengganggu kaum muslim. Akan tetapi izin bagi
kaum musyrik untuk melaksanakan haji sesuai tradisi Nabi Ibrahim as telah
dicabut dengan firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
orang-orang yang musyrik itu najis. Maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram
sesudah tahun ini” (QS. At-Taubah:28). Yakni sesudah tahun ke 9 hijriah.
Sementara surat Al-Maidah turun setelah Nabi kembali dari perjanjian Hudaibiyah
pada tahun ke 6 Hijriah.
Ada
juga ulama yang memahami para pengunjung baitullah yang dimaksud adalah kaum
muslim, bukan kaum musyrik. Imam Fakhruddin ar-Razi salah satu ulama yang
berpendapat demikian dengan alasan larangan melanggar syiar-syiar Allah pada
ayat ini. Syiar-syiar itu, tulisnya, pastilah yang direstui Allah, sehingga
tentu ia merupakan syiar kaum muslim, bukan orang-orang musyrik.
e.
يَبْتَغُونَ فَضْلًا
مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا sedangkan mereka mencari karunia dan
keridhoan dariNya Tuhannya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa maknanya adalah
mereka mencari karunia Allah dan keuntungan dalam perniagaan. Di samping itu,
mereka pun mencari keridhoanNya menurut dugaan ddan keinginan mereka. Dan juga
ada yang berpendapat bahwa diantara mereka ada orang-orang yang ingin melakukan
pernigaan dan diantara mereka pun ada orang-orang yang ingin mencari keridhoan
Allah dengan melakukan haji.
f.
وَإِذَا حَلَلْتُمْ
فَاصْطَادُوا dan
apabila setelah melaksanakan haji bolehlah berburu. Kata perintah disini
bukanlah bermakna wajib akan tetapi bermakna mubah (bukan wajib).
g. وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَن
تَعْتَدُوا janganlah
sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi
kamu dari Masjidilharam mendorong kamu berbuat aniaya. Lafadz jarama
mengandung makna iktasaba (berusaha). Abu Ubaid dan Al-farra’ berkata:
makna laa yarimannakum adalah janganlah kebencian terhadap suatu kaum
membuatmu melampui kebenaran kepada kebatilan dan melampui keadilan kepada
kedzoliman.
Makna syana aanun
adalah al bughdh (kebencian). Ayat ini mempunyai makna bahwa Al-Quran
menekankan kepada keadilan. Musuh yang dibenci (walau telah mencapai puncak
kebencian sekalipun) karena menghalang-halangi pelaksanaan tuntutan agama,
masih harus diperlakukan secara adil.
h. وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, ayat ini memberikan perintah untuk saling tolong
menolong dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa merupaka perintah bagii seluruh
manusia. Yakni, hendaknya menolong sebagian yang lain dan berusaha untuk
mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan mengaplikasikannya. Selanjutnya
dikatakan bahwa kebajikan dan taqwa adalah dua lafadz yang mengandung makna
yang sama. Allah mengulangi makna ini dengan lafadz yang berbeda guna
memberikan penegasan dan penekanan. Sebab setiap kebajikan adalan ketaqwaan dan
setiap taqwa adalh kebajikan.
Kemudian Allah mengeluarkan larangan,
dimana Allah berfirman وَلَا
تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, merupakan ketetapan yang diperuntukkan
bagi dosa dan ‘udwan, yaitu mendzolimi manusia. Setelah itu Allah memerintahkan
agar bertaqwa dan mengeluarkan ancaman secara global, Allah berfirman: إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ
الْعِقَابِ dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Dalam ayat kedua ini
Allah melarang untuk menghalalkan syiar-syiar Allah seperti berburu dalam
keadaan ihram, peperangan di bulan haram, mengganggu binatang hadyu dan qolaid
yang di persembahkan kepada Allah, memerangi dan membenci orang-orang yang
pergi ke masjidil haram untuk untuk mencari keuntungan dalam perniagaan maupun
mencari keridhoan Allah SWT. Kemudian Allah membolehkan berburu bagi
hamba-hambaNya setelah melakukan tahallur dari ihram, dan melarang untuk
bermusuhan yang disebabkan karena adanya kebencian yang besar, sedangkan Allah
mengharamkan kebencian dan permusuhan dengan segala bentuk dan bahayanya. Allah
memerintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan
melarang untuk tolong menolong dalam pebuatan dosa dan permusuhan. Kemudian
ayat ini ditutup dengan ancaman dan janji kepada hambaNya yang tidak
melaksanakan perintahNya.
C.
Asbabun
Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)
Ibnu Jabir meriwayatkan
dari Ikrimah, dia berkata: “Al-Hutham bin Hinduwal Bakri datang ke Madinah
dengan beberapa untanya yang membawa bahan makan untuk dijual. Kemudian dia
mendatangi Rasullah, dan menawarkan barang dagangannya, setelah itu dia masuk
islam. Ketika dia keluar dari tempat Rasulullah, beliau bersabda kepada
orang-orang yang ada didekat beliau,‘dia datang kepadaku dengan wajah orang
yang jahat. Lalu dia pergi dengan punggung seorang pengkhianat.’ Ketika
Al-Hatham sampai ke Yamamah, dia keluar dari islam (murtad). Ketika bulan Dzul
Hijjah, dia pergi ke Mekkah dengan rombingan untanya yang membawa bahan
makanan. Ketika orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar mendengar berita
kepergian Al-Hatham ke Mekkah, mereka pun bersiap-siap untuk menyerang kafilah
untanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya, ‘Wahai orang-orang yang beriman!
Janganlah melanggar syiar-syiar kesucian Allah..’Akhirnya, mereka tidak
jadi melakukan hal itu.”
Ibnu Jabir juga
meriwayatkan dari As-Suddi hadist yang serupa denggannya.
Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dia berkata, “Rasulullah dan para sahabat
berada di Hudaibiyah ketika orang-orang musyrik menghalangi mereka pergi ke
Baitullah. Hal itu membuat marah para sahabat. Ketika dalam keadaan demikian,
beberapa orang musyrik dari daerah timur melintasi mereka menuju Baitullah
untuk melakukan umrah. Para sahabat berkata, ‘kita halangi mereka agar tidak
pergi ke Baitullah, sebagaimana mereka menghalangi kita.
Lalu Allah menurunkan
ayat-Nya: ‘..janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)...’
D. Hukum Yang Terkandung
Setelah menganalisis surat al-maidah ayat 1 dan 2,
dapat diambil beberapa hukum yang terkandung didalamnya, yakni;
a. Kewajiban
untuk memenuhi perikatan dan janji yang telah disepakati, baik antara dirinya,
dengan manusia, maupun dengan Allah SWT
b. Larangan melakukan peperangan pada
bulan-bulan yang diharamkan yaitu Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab.
c. Larangan berburu dan memakan
binatang buruan pada saat ihram dan di daerah (teritori) tanah haram.
d. Diperbolehkannya berdagang dalam
keadaan sedang mengerjakan haji dan umrah.
e. Larangan bagi kaum muslim untuk
menghalangi kaum musyrik yang hendak berkunjung ke Tanah Haram baik untuk
beribadah atau kegiatan lain. Namun sudah di-nasakh oleh ayat lainnya.
f. Larangan untuk menggangu,
menyembelih dan menjual binatang hadiah atau binatang berkalung sebelum tiba di
tanah haram.
6 April 2016 pukul 11.24
siip